PWGI Desak Pencabutan Pasal Diskriminatif PBM 2006: “Cegah Intoleransi, Lindungi Kebebasan Beragama”
Regulasi Diskriminatif, Hambat Kebebasan Beribadah
PWGI menilai Pasal 13 PBM 2006—yang memuat syarat 90 pengguna dan 60 dukungan warga setempat untuk mendirikan rumah ibadah—telah menjadi celah legal yang dimanfaatkan kelompok intoleran untuk membatasi hak beragama kelompok minoritas. “Pasal ini telah memberi ruang legal bagi kelompok intoleran untuk memveto hak konstitusional umat minoritas dalam beribadah,” tegas Dharma Leksana, S.Th., M.Si., Ketua Umum PWGI.
Pdt. Hosea Sudarna menambahkan bahwa banyak pelarangan ibadah dan penyegelan gereja di daerah seperti Jambi, Purwakarta, Cilegon, dan Padang, didasari alasan administratif semata, padahal akar masalahnya adalah tekanan sosial dan tafsir diskriminatif terhadap regulasi. “Dalih ‘izin tidak lengkap’ sering kali hanya tameng dari praktik intoleransi,” ujarnya.
Empat Seruan PWGI: Revisi Regulasi, Tegakkan Konstitusi
PWGI Siap Kolaborasi Dorong Reformasi Kebijakan
Dalam pernyataan resminya, PWGI menegaskan bahwa kebebasan beragama bukanlah izin dari negara, melainkan hak asasi yang melekat pada setiap manusia dan dijamin oleh konstitusi. PWGI juga menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan pemerintah, Komnas HAM, dan kelompok lintas iman guna mendorong reformasi kebijakan yang menjamin perlindungan hak KBB di Indonesia.
Konferensi pers ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting dari PWGI, antara lain Dharma Leksana (Ketua Umum), Pdt. Jahenos Saragih (Ketua Dewan Penasihat), Pdt. Hosea Sudarna (Dewan Pendiri), Carlla Paulina Waworuntu (Bendahara Umum), Pdt. Hessy Wengkang, Adensius Sinaga, Vera Avia Haulusy, Ruben Tutupary serta rekan-rekan wartawan gereja dari berbagai wilayah.
Komentar
Posting Komentar